Di Asia
Pasifik, kata dia, astronomi Indonesia juga semakin berkembang dan diminati
banyak peneliti dari luar negeri. Hal yang sama diungkap oleh Kepala
Pusat Sains Antariksa LAPAN, Clara Y.Yatini. Menurutnya, astronomi semakin
diminati masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya minat
anak-anak sekolah yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai astronomi dan
alam semesta. Mereka, kata dia, mencari tahu tentang antariksa, teknologi
berbasis antariksa, bagaimana antariksa dan apa yang ada di dalamnya. LAPAN,
kata dia, sering kali membimbing anak sekolah dengan menyelenggarakan kegiatan
seperti festival sains dan antariksa. "Dan peminat semakin meningkat
setiap tahunnya. Sehingga kami menyiapkan mata ajaran yang terkait dengan alam
semesta sekaligus praktiknya," kata dia. Astronom asal Indonesia,
ujarnya, juga sering kali berkancah di dunia internasional meskipun jumlahnya
masih bisa dihitung oleh jari.
Peningkatan
lainnya juga dibuktikan dengan hadirnya planetarium di daerah-daerah. Ia
mencontohkan, di Kalimantan Timur tepatnya di Tenggarong, sudah ada planetarium
yang cukup modern untuk dinikmati masyarakat. Ia juga menyebutkan, Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam juga telah memiliki planetarium. Sayangnya, kata
dia, belum ada lembaga pendidikan formal yang ada di daerah-daerah, sehingga,
Bandung masih menjadi tujuan mahasiswa dan peneliti astronomi. "Ketertarikan
sudah banyak, sayang belum diformalkan menjadi sebuah lembaga pendidikan,"
kata dia. Meskipun peminat ilmu astronomi meningkat, ujarnya, kurikulum
sekolah tidak banyak menyinggung soal sains dan antariksa. Sehingga, sangat
disayangkan apabila peminat banyak, namun pendidikan formal tidak menunjang
untuk pengembangan keilmuan ini. Perkembangan astronomi juga terhambat masalah
klasik yakni dana. Sehingga, kata dia, astronomi kekurangan fasilitas dan
pengadaan peralatan. "Yang bisa kita lakukan yakni tetap berusaha
membangkitkan kesadaran masyarakat untuk lebih mengetahui dan mencintai
antariksa," kata dia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar